Tuesday, March 25, 2008

ANALISIS : Budaya Teledor

Oleh : HM Nasruddin Anshoriy Ch
Dari Harian Kedaulatan Rakyat

KEBUDAYAAN material yang menggelontor dari Barat yang tanpa kontrol ternyata justru menjadikan bangsa ini sebagai bangsa teledor. Sebagai bangsa yang pernah berjuang melawan kaum kolonial dan pada tahun ini kita memperingati Satu Abad Kebangkitan Nasional, kini seakan bangsa ini begitu gagap mencari jati diri.
Sekadar contoh. Menurut laporan Bank Dunia, tidak ada supermarket di mana pun di dunia ini yang begitu bergantung pada produk-produk impor seperti di Indonesia. Liberalisasi sektor ritel pada tahun 1998 di kota-kota besar di Indonesia, yang dimulai dengan masuknya dua raksasa ritel dari Perancis bernama Carrefour dan Continent, disusul dengan hadirnya raksasa ritel dari Amerika bernama Wal-Mart dan Giant dari Hongkong, terbukti tidak menambah rezeki dan kemakmuran bagi bangsa sendiri.
Sangat menyedihkan, memang. Maraknya ritel dan pusat perbelanjaan modern beberapa tahun terakhir ini selain jelas-jelas menyuburkan budaya matre dan budaya konsumeristik ternyata juga tidak membantu mengangkat produk lokal dan nasib baik para petani di tanah air. Booming pasar modern itu justru lebih banyak menguntungkan petani dan pemasok dari Cina dan Thailand. Betapa menyedihkan.
Betapa tidak menyedihkan, jika dari negeri yang konon agraris dan gemah ripah loh jinawi ini tidak mampu memasok buah-buah segar pada jaringan supermarket di seluruh Indonesia, sebab ternyata 80 persen buah-buah segar itu masih impor. Sedangkan sayur-mayur yang dipajang pada outlet supermarket itu, 60 persen jelas-jelas produk impor. Demikian pula produk daging sapi, nyaris impor semua.
Apa yang sesungguhnya terjadi dengan bangsa ini? Ada peran Departemen Pertanian di dalam membela, membantu dan mengembangkan kinerja petani berikut produk-produk pertanian mereka?
Apa pula peran Departemen Perdagangan? Apa yang salah dengan Departemen Pendidikan yang telah berhasil mencetak jutaan sarjana dengan berbagai disiplin ilmu itu? Benarkah yang dihasilkan hanya sarjana teledor?
Sayangnya, saya bukan pakar pertanian atau ahli perdagangan. Karena itu, pasti saya tidak berkompeten untuk bicara tentang produk-produk pertanian kita yang kalah saing dengan produk-produk pertanian dari Cina dan Thailand. Saya juga bukan orang yang pas untuk mendiskusikan perihal jaringan distribusi kita yang lemah berhadapan dengan jaringan distribusi globlal. Namun, dengan akal sehat, saya tahu bahwa begitu banyak supermarket yang menjamur di tanah air terbukti tidak memberikan manfaat apa-apa bagi para petani dan pedagang kecil di tanah air. Petani dan nelayan kita tetap miskin.
Kesemua itu, pada analisis kebudayaan, jelas membuktikan bahwa begitu banyak keteledoran yang telah diperbuat oleh pemerintah di dalam menjalankan manajemen bangsa bernama Indonesia ini. Contoh lain di luar sektor pertanian dan perdagangan juga sangat banyak, misalnya korupsi dibiarkan merajalela, kolusi dibiarkan beranak-pinak, nepotisme dianggap wajar-wajar saja dan seterusnya. Hukum gampang dibeli.
Pantaslah kalau psikolog Wirawan Sarlito menyebut Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang teledor! Pembalakan liar yang membabi-buta pada jutaan hektar hutan-hutan di seantero Indonesia, penanganan korban lumpur Lapindo yang kurang manusiawi, tertangkapnya petinggi di Komisi Yudisial dan Jaksa Agung karena korupsi, aliran dana gelap dari Bank Indonesia kepada para wakil rakyat, menguapnya kasus BLBI, semua itu hanya puncak gunung es saja dari keteledoran yang sudah meliputi seluruh bangsa ini.
Ditambah dengan mental buruk lainnya, keteledoran akan mampu meruntuhkan sendi-sendi integritas bangsa. Jadi, musuh bangsa Indonesia ternyata bukan cuma kapitalisme Amerika, tenaga kerja murah RRC, tayangan MTV, atau terorisme jihad, melainkan kecerobohan mental kita sendiri. Tepatnya, kecerobohan regulator bangsa ini.
Membuang sampah sembarangan, air dan limbah kotor yang menyebabkan merebaknya penyakit tipus dan demam berdarah, jual-beli gelar akademik yang bermakna pembodohan, makin maraknya pengemplang pajak, pencurian listrik sembarangan oleh kalangan industri, para elite politik yang mengajarkan contoh buruk dalam hal apa saja kepada rakyat, pertengkaran para pemimpin partai, maraknya gang-gang pelajar, biaya sekolah yang mahal di dalam dunia pendidikan yang penuh eksperimen. Dan seterusnya.
Presiden mana yang akan bisa membetulkan sikap mental teledor dari bangsa ini? Presiden sekelas Ahmadinejad, Hugo Chaves, Vaclav Havel, ataukah Vladimir Putin? Mungkin semua bukan. Sebab, tidak akan ada presiden yang bisa. Yang harus melakukannya adalah kita semua, seluruh bangsa ini, dengan mengubah sikap mental teledor menjadi sikap mental disiplin dan taat asas.
Kesalahan yang telah dilakukan oleh para penguasa sedikit saja di dalam mengelola bangsa ini, akibatnya ternyata bisa fatal. Melihat banyaknya kecelakaan dalam sektor perhubungan misalnya, rasanya keteledoran bukan monopoli dunia penerbangan. Sudah jauh lebih dulu kita dengar berita kapal tenggelam dengan puluhan korban nyawa, karena kapal yang sudah tua, tidak terawat, atau ditumpangi orang melebihi batas. Atau bus ditabrak kereta api karena memaksakan melintas walau kereta api sudah dekat, atau karena penjaga pintu kereta api lupa menutup pintu atau petugas di stasiun lupa menyalakan lampu sehingga terjadi tabrakan kereta api. Atau anak-anak mati di atap kereta api karena kepalanya terbentur talang air. Semua itu karena budaya teledor.
Marilah kita memulai mengelola bangsa ini dengan sebuah komitmen, yaitu mengedepankan kejujuran. Bangsa ini akan semakin teledor jika penguasa berkhotbah tentang pengabdian, tapi setiap tindakannya masih membutuhkan SPJ dan berbasis anggaran. Itulah pengabdian basa-basi.*** (Penulis adalah Pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri)-a

0 komentar:

Latest Internet Resources
Updated daily
Brought to you by: resource-a-day.net

Contact me at : djoen_juvenet@yahoo.com

Template by - Abdul Munir - 2008 - Thanks to Anbhar for your Image